Senin, 07 Mei 2012

(HAK-HAK KONSUMEN YANG DILANGGAR PELAKU BISNIS (tulisan sofkil, hukum)



 HAK-HAK KONSUMEN YANG DILANGGAR PELAKU BISNIS

PENDAHULUAN
Pelanggaran Hak-Hak Konsumen Pelanggaran hak-hak konsumen di Indonesia merupakan hal yang jamak, beberapa sebab terjadinya pelanggaran hak konsumen adalah rendahnya tanggung jawab pelaku usaha, tidak maksimalnya regulasi pemerintah, dan mandulnya penegakkan hukum. pelanggaran hak-hak konsumen dapat berupa pelanggaran bersifat substantif maupun prosedural sebagaimana diatur dalam UU Perlinungan Konsumen atau berbagai UU sektoral.

Masih ingat kasus pemusnahan sapi gila di Inggris dan pemberantasan ayam berpenyakit flu burung di Hongkong? Dunia sempat heboh dan mendapat tekanan karena kekhawatiran global terhadapa bahan makanan yang terkontaminasi. Kasus ini menunjukkan bahwa perlindungan hak konsumen atas kesehatan, keselamatan, dan keamanan bahan makanan tetap menjadi perhatian masyarakat internasional dan tetap dipandang sebagai bagian upaya perlindungan HAM.

PEMBAHASAN

hak-hak kosumen ada beberapa :
1.       Hak Atas Kenyamanan, Keselamatan dan Keamanan
Hak atas Kenyamanan, Keselamatan dan Keamanan Bagi konsumen hak ini harus mencakup aspek kesehatan secara fisik, dan dari perspektif keyakinan/ajaran agama tertentu

2.       Hak untuk memilih
Hak Untuk Memilih Merupakan kebebasan konsumen dalam memilih barang dan jasa yang dibutuhkan. Oleh karena itu, barang yang beredar di pasar haruslah terdiri dari beberapa merek untuk suatu barang, agar konsumen dapat memilih

3.       Hak untuk informasi
Hak Atas Informasi Bisa dipenuhi dengan cara antara lain, melalui diskripsi barang menyangkut harga dan kualitas atau kandungan barang dan tidak hanya terbatas informasi pada satu jenis produk, tetapi juga informasi beberapa merek untuk produk sejenis, dengan demikian konsumen bisa membandingkan antara satu merk dengan merk lain untuk produk sejenis

4.       Hak Untuk Didengar Pendapat dan Keluhannya
Hak Untuk Didengar Pendapat dan Keluhannya Ada dua instrumen dalam mengakomodir hak untuk didengar: Pertama, Pemerintah melalui aturan hukum tertentu dalam bentuk hearing secara terbuka dengan konsumen; Kedua, melalui pembentukan organisasi konsumen swasta dengan atau tanpa dukungan pemerintah. Hak untuk didengar menuntut adanya organisasi konsumen yang mewakili konsumen



5.       Hak untuk mendapatkan Advokasi
Hak Untuk Mendapatkan Advokasi Dengan hak ini, konsumen mendapat perlindungan hukum yang efektif dalam rangka mengamankan implementasi ketentuan perlindungan konsumen dan menjamin keadilan social

6.       Hak untuk mendapatkan pendidikan
Hak Untuk Mendapat Pendidikan Definisi dasar hak ini adalah konsumen harus berpendidikan secukupnya, dapat dilakukan baik melalui kurikulum dalam pendidikan formal maupun melalui pendidikan informal yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan konsumen. Pemenuhan hak untuk mendapat pendidikan juga menjadi kontribsi dan tanggung jawab pelaku usaha

7.       Hak Untuk Tidak Diperlakukan Secara Diskriminatif
Hak Untuk Tidak Diperlakukan Secara Diskriminatif Tindakan diskriminatif secara sederhana adalah adanya disparitas, adanya perlakukan yang berbeda untuk pengguna jasa/produk, dimana kepada konsumen dibebankan biaya yang sama. Oleh karena itu adanya pelaku usaha yang menyediakan beberapa sub kategori pelayanan dengan tarif yang berbeda-beda, susuai dengan tarif yang dibayar konsumen tidak dapat dikatakan diskriminatif

8.       Hak untuk mendapatkan ganti rugi
Hak Untuk Mendapatkan Ganti Rugi Mendapatkan ganti rugi harus dipenuhi oleh pelaku usaha atas kerusakan, pencemaran dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan si pelaku usaha tersebut

9.       Hak yang yang diatur dalam peraturan UU
Hak Untuk Mendapatkan Ganti Rugi Mendapatkan ganti rugi harus dipenuhi oleh pelaku usaha atas kerusakan, pencemaran dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan si pelaku usaha tersebut

Contoh hak konsumen yang dilanggar terjadi di sumba timur .   warga Keluarahan Wangga, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur saat mengikuti sosialisasi UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kabupaten Sumba Timur, Rabu (2/7/ 2008). Sosialisasi itu disampaikan Kepala Seksi (Kasi) Perlindungan Konsumen, Paulus KB Tarap, Kasi Pembinaan dan Pengembangan Usaha, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sumba Timur, Domu Wara, S.E dan Pengurus YLKI Sumba Timur.

PENUTUP
Kesimpulan
Seharusnya pelanggaran hak-hak dasar konsumen–yang kemudian konsumen menjadi subordinat dalam sistem ekonomi makro–tidak akan pernah terjadi jika semua pihak (pemerintah dan pelaku usaha) serius menegakkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Plus, dalam konteks kualitas pelayanan publik, pemerintah konsisten mengimplementasikan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang mengamanatkan adanya standar pelayanan yang jelas (standar pelayanan minimal).


http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/hak-konsumen-yang-dilanggar/

Minggu, 06 Mei 2012

TUGAS HUKUM (pertemuan 11,12 dan 13)


PERTEMUAN 11
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Hak kekayaan intelektual adalah hak yang timbul dari kemampuan berfikir atau olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Dalam ilmu hukum, hak kekayaan intelektual merupakan harta kekayaan khususnya hukum benda (zakenrecht) yang mempunyai objek benda inteletual, yaitu benda yang tidak berwujud yang bersifat immaterial maka pemilik hak atas kekayaan intelektual pada prinsipnya dap berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya.
PRINSIP-PRINSIP HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
1.     Prinsip Ekonomi, yang akan memberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.
2.     Prinsip Keadilan, yang akan memberikan perlindungan dalam pemilikannya.
3.     Prinsip Kebudayaan, yang akan meningkatkan taraf kehidupan, peradaban dan martabat manusia yang akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
4.     Prinsip Sosial, yang akan memberikan perlindungan berdasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.
KLASIFIKASI  HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Berdasarkan WIPO hak atas kekayaan intelektual dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu hak cipta, dan hak kekayaan industri.
Hak kekayaan industri adalah hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum.
Hak kekayaan industri berdasarkan pasal 1 konvensi paris mengenai perlindungan hak kekayaan industri tahun 1883 yang telah direvisi dan di amandemen pada tanggal 2 oktober 1979, meliputi paten, merek, varietas tanaman, rahasia dagang, desian industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu.
DASAR HUKUM  HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
1.      undang-undang nomor 29 tahun 2000 tentang varietas tanaman
2.      undang-undang nomor 30 tahun 2000 tentang rahasia dagang
3.      undang-undang nomor 31 tahun 2000 tentang desain industry
4.      undang-undang nomor 32 tahun 2000 tentang desain tata letak sirkuit terpadu
5.      undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang paten
6.      undang-undang nomor 15 tahun 2001 tentang merek
7.      undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta

HAK CIPTA
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi penciptaan atau penerimaan hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak cipta terdiri dari :
1.       hak ekonomi (economic righst)  
2.        hak moral (moral rights)
enurut Undang-Undang, ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup :
1.       Buku, program, dam semua hasil karya tulis lain
2.       Ceramah, kuliah , pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu
3.       Alat peraga yang dibuat untuk kepentinga pendidikan dan ilmu pengetahuan
4.       Lagu atau musik dengan atau tanpa teks
5.       Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomime
6.       eni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, senia ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan
7.       Arsitektur
8.       Peta
9.       Seni batik
10.   Fotografi
11.   Sinematografi
12.   Terjemahan, tasir, saduran, bung rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan
asal 29 sampai dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta diatur masa/jangka waktu untuk suatu ciptaan berdasarkan jenis ciptaan:
1.       Hak cipta berlaku selama hidup pencipta dan terus menerus berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Jika pencipta terdiri dari dua atau lebih, hak cipta berlaku sampai 50 tahun setelah pencipta terakhir meninggal dunia. (ex: buku, lagu, drama, seni rupa, dll)
2.       Hak cipta dimiliki oleh suatu badan hukum berlau selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan. (ex: program komputer, fotografi, dll)
3.       Untuk perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama50 tahun sejak pertama kali diterbitkan
4.       Untuk penciptaan yang tidak diketahui penciptanya, dan peninggalan sejarah dan prasejarah benda budaya nasional dipegang oleh negara, jangka waktu berlaku tanpa batas waktu
5.       Untuk ciptaan yang belum diterbitkan dipegang oleh negara, ciptaan yang sudah diterbitkan sebagai pemegang hak cipta dan ciptaan sudah diterbitkan tidak diketahiu pencipta dan penerbitnya dipegang oleh negara, dengan jangka waktu selama 50 tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali diketahui secara umum
6.       Untuk ciptaan yang sudah diterbitkan penerbit sebagai pemegang hak cipta, jangka waktu berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diterbitkan
Pelanggaran terhadap hak cipta telah diatur dalam Pasal 72 dan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 19 tentang Hak Cipta, yang dapat dikenakan hukum pidana dan perampasan oleh negara untuk dimusnahkan.

HAK PATEN
Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan.
Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 tahun, terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka itu tidak dapat diperpanjang. Sedangkan untuk paten seerhana diberikan jangka waktu 10 tahun, terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu tersebut tidak dapat diperpanjang.
Berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, paten dapat dialihkan baik seliruh maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis dan sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan dengan pencatatan oleh derektorat jendral pengalihan paten.

HAK MERK
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebutyang memiliki daya pembeda dan digunakan dlam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Hak merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kapada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Penghapusan pendaftaran merek dari daftar umum merek dapat dilakukan atas prakarsa direktorat jendral berasarkan permohonan pemilik merek yang bersangkutan atau pihak ketiga dalam bentuk gugatankepada pengadilan niaga.
Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannyauntuk barang atau jasa yang sejenis, berupa gugatan ganti rugi dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. Sanksi yang dikenakan terhadap masalah merek berupa pidana dan denda.
DESAIN INDUSTRI
Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk konfigurasi atau komposisigaris atau warna, atau garis dan warna atau gabungan dari padanya yang berbentul 3D atau 2D yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola 3D atau 2D serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
Hak ini diberikan untuk desain industri yang baru, yaitu tanggal penerimaan desain industri itidak sama dengan pengungkapan yang telah ad sebelumnya. Jangka waktu perlindungan terhadap hak desain industri diberikan 10 tahun sejak tanggal penerimaan dan tercatat dalam daftar umum desain industri dan diberitakan dalam berita resmi desain industri. Setiap hak desain industri diberikan atas dasar permohonan ke Direktorat Jendral Desain Industri secara tertulis dalam bahasa Indonesia.Pengalihan hak ini dapat dilakukan karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis dan sebab lain yang dibenarkan perundang-undangan dan wajib dicatat dalam daftar umum desain industri.Desain industri terdaftar hanya dapat dibatalkan atas permintaan pemegang lisensi.Sanksi yang diberikan untuk masalah desain industri berupa pidana dan denda.
RAHASIA DAGANG
Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis yang mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga keerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.
Syarat pengajuan perlindungan sebagai HKI, meliputi prinsip perlindungan otomatis dan perlindungan yang diberikan selama kerahasiaannya terjaga. Pemilik HKI berhak menggunakan sendiri rahasia dagang yang dimilikinya atau memberikan lisensi atau melarang pihak lain untuk menggunakannya.
Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, hak rahasia dagang dapt beralih/dialihkan karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian , dan sebab lain yang dibenaran oleh undang-undang. Pengalihan harus disertau dengan pengalihan dokumen-dokumen yang menunjukan terjadinya pengalihan rahasia dagang.Sanksi yang diberikan untuk masalah rahasia dagang berupa pidana dan denda.



PERTEMUAN 12
PERLINDUNGAN KONSUMEN
PENGERTIAN KONSUMEN
konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
ASAS DAN TUJUAN
1.      Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2.      Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil
3.      Asas Keseimbangan; memberika
4.      n keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual
5.      Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan
6.      Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah :
1.      Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
2.      Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
3.      Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
4.      Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
5.      Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha
6.      Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen

HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN
Berdasarkan pasal 4 dan 5 undang-undang nomor 8 tahun 1999,hakdan kewajiban konsumen antara lain sebagai berikut :
HAK KONSUMEN
1.      hak atas kenyamanan,keamanaan,dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa
2.      Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa
3.      Hak atas informasi yang benar,jelas dan jujur mengenai barang dan jasa
4.      Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan
5.      Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan secara patut
6.      Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen
7.      Hak untuk diperlakukan secara benar dan jujur
8.      Hak untuk mendapatkan konpensasi,gantirugi atau penggantin apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai
9.      Hak-hak yang diatur dalam peratuiran perundang-undangan lainnya
KEWAJIBAN KONSUMEN
1.      membaca,mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
2.      beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa
3.      Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
4.      Mengikuti upaya penyesuaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patu
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
1.      hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
2.      hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
3.      hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen
4.      hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
5.      hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
1.      beretika baik dalam melakukan kegiatan usahanya
2.      memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan
3.      memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
4.      menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku
5.      memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan
6.      memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
7.      memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian

PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA
1.      tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan
2.      tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut
3.      tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya
4.      tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
5.      tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
6.      tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut
7.      tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu
8.      tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label
9.      tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat
10.  tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

selain itu, ayat (2) dan (3) juga memberikan larangan sebagai berikut :
Ayat 2 :
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
Ayat 3 :
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN
Pasal 18 undang-undang nomor 8 tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantunkan klausula baku pada setiap dokumen atau perjanjian, antara lain :
1.       menyatakan pengalihan tanggungn jawab pelaku usaha
2.       menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen
3.       pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang di beli konsumen
4.       pemberian klausa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran
5.       mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau manfaat jasa yang dibeli oleh konsumen
6.       memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
undang-undang nomor 8 tahun 1999 diatur psal 19 sampai dengan pasal 28. di dalam pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen. pasal 20 dan pasal 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan pasal 22 menentukan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsure kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur dalam pasal 19
Di dalam pasal 27 disebut hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yand diderita konsumen, apabila :

1.       barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan
2.       cacat barabg timbul pada kemudian hari
3.       cacat timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang
4.       kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen
5.       lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan
SANKSI
Sanksi Perdata :
• Ganti rugi dalam bentuk :
o Pengembalian uang atau
o Penggantian barang atau
o Perawatan kesehatan, dan/atau
o Pemberian santunan
• Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25

Sanksi Pidana :
• Kurungan :
- Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
-  Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
• Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian

• Hukuman tambahan , antara lain
:
 1. Pengumuman keputusan Hakim
 2.Pencabuttan izin usaha;
 3. Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
 4.Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
 5. Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat




PERTEMUAN 13
ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum. Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ).
ASAS DAN TUJUAN
Dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dalam menjalankan kegiatan usahanya dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut
1.      Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2.      Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
3.      Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
4.      Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.


KEGIATAN YANG DILARANG

1.       Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2.       Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
3.       Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
4.       Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
5.       Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
6.       Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat
7.       Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat
8.       Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
9.       Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.


PERJANJIAN YANG DILARANG

Oligopoli

Oligopoli Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
Penetapan harga
1.      Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama
2.      erjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
3.      Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar
4.      Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan

Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.

Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.

Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.

Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.

Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.

Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.

Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

HAL-HAL YANG DIKECUALIKAN DALAM UU ANTI MONOPOLI
  Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli

Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :

1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari :
a.    Oligopoli
b.    Penetapan harga
c.     Pembagian wilayah
d.    Pemboikotan
e.     Kartel
f.     Trust
g.    Oligopsoni
h.    Integrasi vertikal
i.      Perjanjian tertutup
j.      Perjanjian dengan pihak luar negeri

2.      Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a.       Monopoli
b.      Monopsoni
c.        Penguasaan pasar
d.      Persekongkolan

3.      Posisi dominan, yang meliputi :
a.       Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
b.      Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
c.       Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
d.      Jabatan rangkap
e.       Pemilikan saham
f.       Merger, akuisisi, konsolidasi


KOMISI PENGAWASAN PERSAINGAN USAHA (KPPU)

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk
untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.

SANKSI

Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan
menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku
usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam
Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi
administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai
pidana pokok.


Pasal 48
1.      Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan
2.      Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
3.      Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.

Pasal 49
1.      P encabutan izin usaha
2.      larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun
3.      penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyjavascript:void(0)ebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.


SUMBER :
vegadadu.blogspot.com