Minggu, 12 Januari 2014

Kode Etik Pelanggaran disekeliling ( Kode Etik Pelanggaran Guru )


Kode Etik Pelanggaran Guru

Guru sebagai pendidikan profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada anak didiknya dan bagaimana cara guru berpaiakan dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.
Walaupun segala perilaku guru selalu diperhatikan masyarakat, tetapi yang akan dibicarakan dalam bagian ini adalah khusus perilaku guru yang berhubungan denga profesinya. Hal ini berhubungan dengan bagaimana pola tingkah laku guru dalam memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya.
Dalam Kode Etik Guru Indonesia butir satu dengan jelas dituliskan bahwa: “Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila”. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusi Indonesia seutuhnya yang berkepribadian luhur sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat dan sesuai dengan penerapan butir-butir pancasila sebagai pedoman kehidupan negara Indonesia.
Penjelasan di atas tidak terlihat di SDN 002 Desa Purwajaya, Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara, ada beberapa guru yang tidak memperhatikan isi Kode Etik Guru tersebut dan mereka bertindak tanpa memperhatikan bahwa apa yang mereka perbuat atau ucapkan tersebut diperhatikan oleh anak didiknya dan secara otomatis memberikan contoh yang tidak baik bagi anak didiknya. Hal itu disebabkan beberapa guru tidak mengetahui adanya norma-norma yang mengatur tingkah laku, tindak tutur dan kepribadian guru yakni dalam Kode Etik Guru Indonesia.
Hal itu terlihat dari yang guru lakukan ketika memberikan tugas kepada siswa sedangkan anak didiknya tidak bisa mengerjakan. Guru tersebut mengucapkan kalimat-kalimat yang tidak pantas, Misalnya “kamu ini makan apa to, udah berkali-kali dijelaskan kok tidak faham-faham, dodol banget”, sehingga anak didik yang lainnya menertawakan temannya yang tidak bisa mengerjakan tugas dan memanggilnya dengan nama dodol.
Hal lain yang terlihat di SDN 002 Desa Purwajaya adalah guru yang memanggil anak didik dengan sebutan lain (tidak dengan nama aslinya). Misalnya anak yang yang selalu terlambat datang dan terlambat mengerjakan tugas. Guru tersebut memanggilnya dengan sebutan “Lemot” (bahasa jawa yang artinya lambat). Lama kelamaan teman-teman anak tersebut juga ikut memanggilnya dengan sebutan yang diucapkan guru. Suatu ketika guru tersebut datang terlamnat ke sekolah, tanpa sadar seorang siswa mengatakan kepada temannya “Hai jangan berisik, Pak Lemot datang”. Sesuatu hal yang tidak diinginkan dan tidak sesuai dengan maksud Kode Etik Guru Indonesia butir pertama dan juga bertentangan dengan Tujuan Pendidikan Nasional.
Dari apa yang dilakukan guru tersebut, berpengaruh negatif kepada anak didik di SDN 002 Desa Purwajaya. Banyak anak yang bertindak kasar dan mengucapkan kata-kata yang tidak baik kepada sesama temannya.
Mulyasa (2004) menyebutkan bahwa Tujuan pendidikan nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU No. 2/1989 tentang Pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar, atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dari sistem itu adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta didik.
Dalam tut wuri terkandung maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru memperhatikannya. Dalam handayani berarti guru mempengaruhi peserta didik, dalam arti membimbing atau mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti bersikap menentukan ke arah pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, dan bukanlah mendikte peserta didik, apalagi memaksanya menurut kehendak sang pendidik. Mottto tut wuri handayani sekarang telah diambil menjadi motto dari Departemen Pendidikan Nasional RI.
Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik butir pertama ini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani, tidak hanya berilmu tinggi tetapi juga bermoral tinggi pula. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memeperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan dalam kehidupan sebagai insan dewasa. Peseta didik tidak dapat dipandang sebagai obyek semata yang harus patuh kepada kehendak dan kemauan guru.
Tugas guru tidak ada “mengajar”, teapi juga “mendidik”. Maka untuk melakukan tugas sebagai guru, tidak sembarangan orang dapat menjalankannya (Wirawan, 2002). Sebagai guru yang baik harus memiliki syarat-syarat yang di dalam Undang-undang No 12 tahun 1945 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia, pada pasal 15 dinyatakan tentang guru sebagai berikut: “Syarat utama untuk menjadi guru, selain ijazah dan syarat-syarat yang mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah sifat-sifat yang yang perlu untuk dapat memberi pendidikan dan pengajaran seperti yang dimaksud dalam pasal 3, pasal 4 dan pasal 5 undang-undang ini”.
Guru harus memeperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial, seorang guru harus mempunyai kepribadian yang luhur dan mantap.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 pasal 3 ayat (5) disebutkan bahwa:
(5) Kompetensi kepribadian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang:
a. beriman dan bertakwa;
b. berakhlak mulia;
c. arif dan bijaksana;
d. demokratis;
e. mantap;
f. berwibawa;
g. stabil;
h. dewasa;
i. jujur;
j. sportif;
k. menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
l. secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan
m. mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

Kompetensi kepribadian guru dalam Pasal 3 ayat (5) di atas jelas disebutkan bahwa guru harus bisa menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Untuk itu seorang guru harus mempunyai pribadi yang berakhlak mulia, beriman dan bertakwa, menjaga wibawanya sebagai tenaga profesi, bersikap arif dan bijaksana.
Usman (2004) menjelaskan, subkompetensi kepribadian yang mempunyai akhlak mulia dan menjadi teladan mempunyai esensial bahwa guru harus bertindak sesuai dengan norma relegius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. Subkompetensi sikap yang berwibawa mempunyai esensial bahwa seorang guru harus memiliki prilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani, bukan ditakuti. Subkompetensi bersikap arif dan bijaksana memiliki esensial bahwa guru harus menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berfikir dan bertindak.
Seorang guru harus mengetahui kepribadian dan watak anak didiknya. Selanjutnya guru harus menyalurkannya pada hal-hal yang positif jangan sampai terjerumus dalam moral yang melanggar norma-norma dan aturan agama. Oleh karena itu, sangat diperlukan sekali pengarahan atau nasehat yang baik. Lukman Al-Hakim pernah berkata kepada puteranya dan diterangkan dalam Al-Qur’an Surat Lukman ayat 13, yang artinya sebagai berikut:
“Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (QS. Lukman: 13).
Dalam pembelajaran formal, di sekolah, guru adalah orang tua pertama bagi anak didiknya. Dari ayat tersebut mengisyaratkan bahwa sebagai orang tua, seorang guru harus mengarahkan anak didknya kepada hal-hal yang positif dengan memberikan contoh atau teladan kepribadian dan tindak tutur yang luhur kepada anak didiknya.
Guru indonesia bertanggung jawab mengatarkan siswanya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan. Guru dan profesinya merupakan komponen kehidupan yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini sepanjang zaman. Hanya dengan tugas pelaksanaan tugas guru secara profesional hal itu dapat diwujudkan eksitensi bangsa dan negara yang bermakna, terhormat dan dihormati dalam pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia ini.


Nama : Theresia Rosiana Putri
NPM : 26210875
Kelas : 4 EB 19